“Aku kangen Ayah,” suara anak kecil
itu lembut manja.
“Ayah juga,” sahut ayahnya sambil
mengusap rambutnya. Kulihat anak kecil itu merangkul leher ayahnya. Kemudian
ayahnya memeluknya hangat. Tak lama
kemudian mereka berbagi cerita sambil sesekali bercengkrama.
“Bolehkah aku mengajak adik kembar
itu bermain?” Tanyanya polos.
“Iya, mereka pasti sangat senang, “
jawab ayahnya serius.
“Boleh nggak aku menggendongnya
juga?” Tanyanya lagi. Ayahnya mengangguk sambil tersenyum.
Begitulah terus dialog itu berlangsung. Aku dapat
menyimpulkan bahwa kedua anak itu “dipinjam” dari ibunya untuk mengunjungi adik kembarnya. Artinya anak-anak itu adalah korban
perceraian orangtuanya. Tetapi tetap,
ayahnya mampu menjalin hubungan harmonis
dengan anak-anaknya.
Setelah lama berbagi cerita, aku
lihat anak kecil itu kelelahan. Matanya mulai melemah. Ia memandang sebentar
padaku. Tak lama dia sudah tertidur di tangan ayahnya.
Kisah “romatisme” ayah dan anak di
bis luar kota itu menggugah aku untuk menulis tentang kriteria ayah yangbaik. Akupun berniat mempublikasikannya di blog dan mulai
membuka referensi.
Secara umum definisi ayah yang baik
adalah ayah yang bisa memposisikan dirinya sebagai kepala keluarga. Ia
bertindak sebagai pemimpin yang bertanggung jawab dengan cara memberi nafkah,
melindungi keluarganya dan tidak segan membantu tugas rumah tangga.
Ayah yang baik juga mampu menjalin
hubungan yang lebih luas dengan anaknya. Ia mampu menyisihkan waktu untuk
menjalin kebersamaan dengan anak. Tidak mesti melakukan hal yang muluk-muluk. Menemani
anak menjelang tidur misalnya atau mengantar anak ke tempat kursus itu sudah
cukup. Hal-hal sepele seperti itu mampu membuat keakraban.
Phyllis Bronstein, seorang professor
klinik psikologi di Amerika Serikat memberikan pendapatnya tentang tugas
seorang ayah. Menurutnya, seorang ayah sebaiknya menjalankan tugas lebih
banyak disbanding ibu dalam hal mengajarkan anak kecakapan
fisik, petualangan dan bagaimana mengemukakan pendapat. Peran baik ayah yang demikian itu akan mampu
membuat anak mempunyai kemampuan bersosialisasi.
Apalagi kalau ayah pun bias mengungkapkan
perhatian dan kasih sayangnya. Misalnya mengelus kepala, memuji atau merangkul
anak. Hal itu sangatlah berarti bagi anak. Hubungan emosional kedua belah pihak
akan semakin dalam. Rasa bangga, dukungan moral dan material akan menjadi faktor
pendukung yang bisa mendorong kesuksesan anak.
Jangan lupa untuk senantiasa menjadi
pendengar yang baik saat anak curhat. Juga ketahuilah bagaimana cara menegur anak
jika ia berbuat salah. Dengan demikian perkembangan kepribadian anak menjadi
positif. Anak akan mempunyai saat-saat
berharga yang kelak akan dikenang
sebagai hal yang mengesankan dalam hidupnya.
Dan sebagai parameter kalau Anda
sudah menjadi ayah yang baik adalah ketika anak sudah dewasa. Ia akan mengenang
saat-saat manis dan berbahagia bersama Anda. Misal setelah beribadah bersama.
Setelah itu anak memberi salam pada orangtuanya. Lalu orangtua mendoakan dan
mencium kening anaknya satu per satu. Hm, ideal sekali nampaknya.
Dari uraian di atas, rasanya tidak
susah kan untuk menjadi ayah yang baik?
***
Silakan mengikuti juga kuis tentang ibu yang baik :
1 komentar:
kadang peran ayah dalam perenting itu terlewatkan karena adanya tanggung jawab dalam bekerja. makasih infonya bunda :)
Posting Komentar