Keterampilan yang paling tidak kukuasai dengan baik adalah memasak. Tak heran, karena aku baru belajar memasak setelah berumah tangga. Itupun aku selalu membawa catatan kemana-mana. Misalnya jika istirahat kerja, aku akan mencatat bagaimana cara memasak nasi, membuat pepes tahu dan lainnya kepada teman-temanku. Tapi syaratnya bahan dan resepnya harus yang serba mudah. Jangan heran ya, karena keahlianku waktu itu hanya dua hal: memasak telur mata sapi dan membuat mi instan. Wakakak…..
Aah, tak usah tertawa dululah karena aku punya seribu satu cara agar bisa terampil memasak. Selain mencatat beberapa resep pada teman-temanku, aku juga mengumpulkan menu-menu masakan dari berbagai tabloid dan majalah. Itu aku bundel dalam sebuah buku besar. Kuklasifikasikan dalam kue kering, kue basah dan masakan. Dan jika aku ingin masak yang agak istimewa, kliping itu aku ambil dari laci dapur. Kemudian digeletakkan di atas lemari kecil tempat makanan agar aku mudah membacanya. Delapan bawang merah, empat bawang putih, satu buku lengkuas, satu ikat sereh. Nah, si bawangnya aku hitung satu-satu, hingga jumlahnya pas. Itupun aku mencari bawang yang ukurannya kurang lebih sama agar proporsional. Bahkan waktu itu aku tidak bisa membedakan mana lengkuas, mana jahe, mana kencur. Kalau kunyit gampang dikenali karena warnanya yang khas kuning menyala. Jadi ingat, aku pernah membuat urap yang rasa dan baunya aneh. Ternyata bukan kencur yang aku gunakan melainkan temu kunci!
Oh ya, sekedar info kalau mama mertuaku adalah orang yang pandai sekali masak. Masakannya itu enak sekali. Makanya suamiku sering mengerjap-ngerjap jika mencicipi masakanku. Setiap kali keluar kritik dan sarannya, bahkan tak jarang kalau libur terlibat membantuku meracik makanan. Ia juga mengharuskan aku untuk tidak membeli makanan di rumah makan. Pernah saking malasnya, aku beli saja gulai daging cincang di rumah makan padang. Ia sedikit cemberut karena walaupun enak katanya itu bukan masakanku. Oo, aku ketahuan lagi.
Tapi aku punya cara jitu agar masakanku lebih bercita rasa. Jika aku sedang memasak sayur trus kebetulan tetangga berkunjung, aku selalu menyuruhnya mencicipi. Walhasil kurang garamlah, kurang gulalah, kurang vetsinlah, begitulah saran yang banyak keluar waktu itu. Tetanggaku juga sering memberiku sayur jika mereka memasak. Kadang sayur asam Jakarta, gulai kuningnya Mak Padang dan lain sebagainya. Hanya sayang aku tak pernah kirim balik. Bukan aku pelit lho, tapi aku sangat tidak percaya diri dengan hasil masakanku.
Dalam hal memasak, setiap hari aku buat perincian menu apa yang akan kubuat untuk esok harinya. Seperti pagi itu. Aku merencanakan masak ayam bakar bumbu kemiri, tempe goreng tepung dan sayur bening sosin ditambah tahu. Lalu seperti biasanya aku buat perinciannya seperti ini.
Ayam goreng ½ kilo Rp 13.000, Sosin 1 Rp. 1000, tahu 5 Rp. 2000. Bumbu, bawang merah : ada, bawang putih : ada, saus tiram : habis. Nah yang habisnya itu aku masukkan menu belanjaan untuk kemudian aku hitung agar pengeluaran tidak boleh lebih dari target yang ditentukan.
Singkat kata, pagi itu aku sudah stand by di dapur. Buku resep sudah bertengger di atas lemari. Anakku dan dua temannya yang sebaya, Aweh dan Indra nampak asyik mengaduk-aduk mainan di ruang depan. Kadang mereka berlari-lari sampai dapur. Lalu kuusir agar mainnya cukup sampai ruang tengah saja.
Tapi, “Mama Ami masak apa?’ Tanya Aweh ketika ia sampai di dapur dengan terengah-engah.
“Gorengan tempe,” kataku sambil asyik memasak.
“Aweh mau,” pintanya.
“Iya sebentar, mama Ami ambil dulu.”
Lalu datang Indra dan anakku.
“Indra juga mau,” timpal anak keturunan Chinesse yang tampan itu.
“Boleh,” jawabku lagi.
Tapi anakku diam. Ia memang paling tidak suka tempe.
Lalu mereka duduk di dapur. Meniup-niup tempe kemudian memakannya dengan lahap. Andai saat itu aku punya kamera video, tentu aku akan mengekspresikan bagaimana kenikmatan anak-anak itu merasakan masakanku. Mereka minta lagi dan lagi. Lalu aku melarang mereka untuk nambah karena harus ada jatah buat suamiku. Merekapun berlari kembali untuk bermain. Namun sebentar kemudian balik lagi dan minta lagi. Aku tak tega karena mereka merengek-rengek. Lalu kuberi lagi sambil kurayu anakku agar mau mencicipi. Tapi anakku menggelengkan kepalanya. Nampaknya enggan.
Alhasil percaya tidak percaya, tempeku hanya tinggal satu. Aku terkesiap, baru sadar. Bagaimana nanti suamiku, ia pasti marah, disangkanya aku tidak memasak. Menyisakan satu saja sebagai bukti, ia pasti ngedumel dan mengatakan kalau aku lebih mementingan anak tetangga daripada dirinya.
Halah, saking pusingnya memikirkan itu, kuhabiskan saja tempenya. Spektakuler ternyata, tempeku rasanya memang enak sekali! Duh, jadi ingin lagi, sayang habis. Sambil mengunyah, aku terheran-heran sendiri bagaimana bisa aku memasak dengan rasa seenak itu. Rahasianya ternyata karena aku menambahkan bumbu yang tidak ada di resep, aku menambahkan ebi, bawang bombay yang diiris halus juga pala. Komposisi tepungnya juga aku tambahkan sedikit tepung beras dan sedikit tepung kanji. Aha, eksperimen yang berhail secara kebetulan. Sayang, suamiku tidak tahu itu.
Mengenai eksperimen itu terinspirasi oleh temanku, kak Susi. Ia pernah membawa kue ebi yang rasanya enak sekali. Ternyata ia memodivikasi resep kue di tabloid Nova dengan menambahkan ebi sehingga hasilnya luar biasa. Sayang temanku itu tidak ada di Indonesia kini. Sejak lama ia pindah ke Australia, sehingga aku tidak bisa pesan kue ebi yang sangat enak buatannya itu. Hiks. Tetapi aku meneruskan idenya dengan memodivikasi resep dengan menambahkan bumbu lainnya. (Thanks, kak Sus, untuk idenya ya!)
Demikianlah kisah tempe spektakulerku. Aku tutup dengan pesan singkat, jangan takut untuk bereksperimen dalam masakan ya. Walau sampai sekarang aku belum pandai-pandai juga memasak, tetapi aku tidak pernah khawatir. Selain di buku atau kliping, dengan mudah aku bisa browsing resep di internet.
Memasak? Tidak serepot dulu lagi nampaknya. Kebetulan komputerku diletakkan di dapur juga. Jadi aku tinggal klik setelah mencari jenis masakan yang kucari. Yuk semangat menulis, eh semangat memasak!
16 komentar:
maknyus buat buka neh. tadi sore mau bikin tempe kemul tapi tukang sayur belum pada buka--masih mudik. beli di tetangga malah belom bikin. besok katanya. pokoknya tempe emang maknyus deh Bunda....met berkompetisi!
mantap mba goreng tempenya....sampai abis disikat ma anak2 hehe
minal adin walfaidzin,mohon maaf lahir batin
Hihi...baca tulisan mb Dewi jadi berasa berkaca pada diri sendiri. Andalannya buka resep, beruntung sekarang bisa browsing lewat hp, kalo bingung resep masakan tinggal tanya google. Alhasil kalo masak sambil ngadep HP :D
Hihi...baca tulisan mb Dewi jadi berasa berkaca pada diri sendiri. Andalannya buka resep, beruntung sekarang bisa browsing lewat hp, kalo bingung resep masakan tinggal tanya google. Alhasil kalo masak sambil ngadep HP :D
Ternyata ada juga ya teman senasib seperjuangan, hehe...tetap semangat Mbak Fenny Ferawati.
aku juga kalau mau masak browsing dulu mbak, tapi ga pake dicatat jadi sambil masak sambil bolak balik ke lepi :D
Makanan kesukaanku ini jeng.
Tiada hari tanpa tempe
Semoga berjaya dalam GA
Salam hangat dari Jombang
NF, ternyata kita sama, aku kira aku sendiri wanita yang nggak pandai masak.Aku juga bolak-balik, pcnya di dapur. Kalau ada anak, suruh teriakin aja bahan-bahannya, hehe..kok jadi buka kartu nih..
Pakde Cholik, salam kenal Pakde. Teman-teman blogger sering menyebut-nyebut nama Anda. Terimakasih dukungannya. Mari budayakan tempe dalam menu sehari-hari kita...(lho, kok malah promosi, maaf...)
Mendoan ato tempe kemul ini? Maknyus banget. saya penggila tempe...salam kenal dari kota huna :)
@Walank ergea, ini semacam mendoan tapi dengan bahan, bumbu dan cara memasak yang agak berbeda. Gorengan tempe ini dimasak agak kering.(Gayanya kayak koki berpengalaman ya?)Penggila tempe juga ya? Wow, mari melestarikan makanan khas Indonesia. Salam kenal kembali, Mas.
tempe is the best ya mb..kesukaanku nih.. ^_^
trimakasih sdh ikutan..terdaftar mb :)
wah jebul ada temen nih
aku juga pinter kalo disuruh masak mie...
Mbak Enny Ernawati, wah aku kalah ga-nya nih.
Mas Rawins,karen aitu ternyata cara memasak makanan yang paling murah dan mudah. Hehe....
bagiku tempe adalah bagian dari tubuhku...bagaimana tidak sejak kecil sampai skr, nyaris tiap hari selalu ada lauk tempe....pokoknya..HIDUP TEMPE....!!!!
Mas Estiyo Sumoko, jangan lupa nanti promosikan juga tempenya di Swiss ya? "this is my favourite food, friends...." hehe...
Posting Komentar