Senin, 26 November 2012

MELATIH ANAK BERPIKIR KREATIF

Guru        :  “Masyarakat Indonesia di desa terkenal dengan ber...?”
Murid A   :   “Bercocok tanam.!”
Guru         :   “Salah! Jadi ber...?”
Murid B   :   “Bertani!”
Guru         :   “Salah! Ber...?”
Murid C   :   “Berkelahi!”
Guru         :   “Salah, ber...ber...? Tidak ada yang tahu?”
Semua siswa diam.
Guru         :   “Jawabnya, bergotong royong!”

     Begitulah salah satu contoh proses belajar mengajar di dalam kelas. Guru memberikan pertanyaan dan murid harus menjawab dengan jawaban yang tepat. Yaitu jawaban yang harus plek sama dengan buku panduan. Jika muncul jawaban – jawaban alternatif yang melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda, maka jawaban seperti itu dinyatakan salah .Dengan kata lain maka daya hapal atau kemampuan mengingatlah yang lebih ditekankan di sekolah.
     Ironis memang. Namun itulah kenyataan. Institusi sekolah tidak bisa diharapkan untuk mendidik anak ke arah pemikiran kreatif. Banyak alasan dikemukakan pihak sekolah kenapa metoda berpikir kreatif tidak bisa direalisasikan. Salah satu alasannya karena tidak sesuai kurikulum. Selain itu juga menyita waktu, tenaga dan biaya lebih besar. Padahal kemajuan peradaban manusia dengan ditemukannya lampu listrik, mobil dan lain – lain, bermula dari seseorang yang senantiasa mengasah keterampilan otaknya untuk berpikir kreatif.
     Tentu saja kita tak bisa berharap banyak pada pihak sekolah yang mempunyai keterbatasan. Di sinilah peran aktif orang tua sangat dibutuhkan. Orang tua harus jadi pendidik, perangsang dan pemberi motivasi agar anak terbiasa untuk berpikir kreatif. Sebab berpikir kreatif itu penting. Karena bisa menjadi bekal sangat berharga bagi anak di kemudian hari.
     Menurut Guilford, berpikir kreatif adalah kemampuan untuk melatih bermacam – macam kemungkinan penyelesaian dari suatu masalah. Bentuk pemikiran seperti ini mempunyai beberapa kelebihan. Diantaranya anak akan mampu melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang. Dengan membiasakan berpikir kreatif, anak akan lancar dan luwes dalam berpikir. Suatu masalah akan bisa dilihat dari berbagai kemungkinan sehingga ide yang dikeluarkannya pun akan beragam. Lebih jauh anak akan bisa mengeluarkan ide – ide berkualitas. Selain itu anak akan mampu melihat kesempatan positif yang tersedia dan mampu memperhatikan hal – hal yang menguntungkan. Sehingga di masa depan anak akan tetap eksis dalam ketatnya persaingan hidup.


     Ada banyak cara untuk melatih anak berpikir kreatif. Salah satunya dengan mengajukan pertanyaan–pertanyaan. Tetapi tidak sembarang pertanyaan bisa diajukan. Sebab ada pertanyaan yang harus dihindarkan dan ada pertanyaan yang dianjurkan. Berikut adalah jenis pertanyaan yang harus dihindarkan :
  1. Pertanyaan yang membingungkan. Jenis pertanyaan ini mengandung banyak unsur sehingga anak tak mampu memikirkan jawabannya sekaligus. Misalnya, kapan, dimana dan mengapa perang Dipenogoro itu terjadi?
  2. Pertanyaan yang bersifat menyuapi. Umumnya pertanyaan jenis ini jawabannya sudah jelas. Jadi tak perlu ditanyakan lagi. Misalnya, apakah benua Asia lebih besar daripada benua Australia?
  3. Pertanyaan yang samar. Biasanya pertanyaan jenis ini tak memiliki kriteria jawaban yang memuaskan. Misalnya, apa pendapatmu tentang polusi?
  4. Pertanyaan yang sempit. Sebenarnya pertanyaan jenis ini hanya memiliki satu jawaban yang benar serta lebih mengetes daya ingat daripada kemampuan anak berpikir. Misalnya, kapan Colombus menemukan benua Amerika?
     Adapun pertanyaan yang dianjurkan adalah pertanyaan yang luas yaitu pertanyaan yang memiliki banyak kemungkinan jawaban yang benar. Pertanyaan seperti ini sering menggunakan kalimat seperti :
  • Bagaimana perasaanmu bila...?
  • Bagaimana pendapatmu tentang...?
  • Apakah kamu setuju jika...?
  • Menurut kamu apa yang...?
  • Apa yang terjadi andaikata...?
     Berikut hal – hal yang perlu diperhatikan ketika mengajukan pertanyaan :
  1. Pertanyaan yang diajukan harus menyangkut bahan yang sudah dikenal anak.
  2. Orang tua jangan mengharapkan jawaban yang benar atas pertanyaan yang diajukan. Tetapi lebih ditentukan pada bagaimana anak berani berpikir dan tak segan mengemukakan pikirannya.
  3. Hargai apapun pendapat anak dan jangan cepat berprasangka bahwa gagasannya itu buruk.
  4. Sebaiknya orang tua tidak terlalu banyak mengajukan pertanyaan sekaligus. Ini supaya anak tetap bisa berpikir jernih dan membuat pernyataan yang jelas.
     Demikianlah, walaupun dengan cara sederhana, orang tua bisa berperan dalam menumbuhkan kemampuan anak berpikir kreatif. Jika hal itu dibiasakan, di masa depan anak akan mampu melihat kesempatan – kesempatan positif yang menguntungkan. Jadi, walaupun persaingan hidup semakin ketat, anak akan tetap eksis dan tegar menghadapi tantangan.    
    
*       *       *

1 komentar:

Yuni mengatakan...

sebelum mengajak anak didik berpikir kreatif, guru juga hrs bs berpikir kreatif yaa mba....hehehe

kunjungan perdana n slm kenal ;)