Siang itu panas matahari
menyengat garang. Di perempatan jalan, di dekat lampu lalu lintas, seorang
lelaki nampak semangat menabuh genderang.
Kulit mukanya menghitam. Nampaknya setiap hari ia terpanggang sinar matahari. Peluh
pun membanjiri mukanya. Tapi ia sudah tak peduli lagi.
Di dekatnya, seekor monyet kecil nampak
asyik beraksi. Dengan pakaiannya yang rapi, ia berlari ke sana ke mari. Kadang bermain
dengan payung atau sepeda kecilnya. Kadang
menari dengan semua tingkahnya yang lucu itu.
Lelaki yang malang, ia tak sadar
berapa banyak gas karbon monoksida ia isap
tanpa sengaja. Berapa banyak juga sinar ultra violet membakar kulitnya. Ia tak
mengerti, yang penting baginya hanya sesuap nasi.
Dan monyet kecil itu, ia tidak
tahu artinya lelah. Ia hanya budak bagi majikannya. Tugasnya hanya membantu
tuannya mengumpulkan keping-keping rupiah
penyambung kehidupannya. Itu saja.
Sampai kapan binatang itu akan dimanfaatkan ? Bukankah ia
akan lebih berbahagia jika berkumpul dengan teman-temannya dalam habitatnya? Mengapa
manusia tega merenggutnya dari kehidupan aslinya? Bayangkan, demi kepentingan
manusia, monyet-monyet itu melawan kodratnya. Apakah juga manusia juga memperhatikan makan dan
minumnya? Apapun alasannya, berbelaskasihlah pada binatang. Stop eksploitasi
binatang untuk tujuan komersil.
Apakah begitu susahnya mencari
pekerjaan yang layak di negara tercinta kita ini? Sampai-sampai orang harus
mengerahkan segala daya upaya dan daya pikir agar mendapatkan uang. Celakanya,
cara yang ditempuh juga malah merusak alam. Misalnya memburu binatang untuk
dijual. Dan hal itu sudah bukan rahasia lagi.
Bahkan dalam skala kecil,
burung-burung pun diburu. Mereka ditangkap dari alam bebas. Kemudian dijual
untuk dipelihara anak-anak. Biasanya tak sampai seminggu mahluk itu mendapatkan
ajalnya. Hal itu dikarenakan orangtua
tidak mengajarkan anaknya bagaimana memelihara binatang. Harusnya orangtua
terlibat langsung merawatnya. Tak seharusnya burung-burung itu hanya jadi alat
permainan anak saja.
Dan ternyata sekarang,
eksploitasi terhadap binatang telah dilakukan dengan berbagai cara. Sering manusia
mengubah binatang-binatang itu sehingga tidak sesuai kodratnya. Contohnya di
pasar-pasar tradisional banyak dijual anak ayam yang bulunya dicat warna merah,
kuning, coklat dan lain sebagainya. Begitu pun si imut-imut kumang. Badannya digambari sesuka hati. Tujuannya apalagi kalau bukan untuk menarik
perhatian anak-anak. Yang lebih mengkhawatirkan adalah jika binatang yang
diburu itu termasuk hewan yang mulai langka.
Memang binatang yang dijual
sekarang lebih variatif lagi. Kalau dulu laku sekali penjualan ikan dalam botol
juga hamster. sekarang sejenis bayi kura-kura pun dijual dengan harga berkisar antara Rp,
25.000,- sampai Rp.30.000,- rupiah. Hm, ternyata binatang menjadi ladang basah
untuk mencari uang karena ternyata anak-anak sangat menyukainya. Dan orangtua yang berkantung tebal tanpa
pertimbangan membelikannya. Alasannya agar anaknya bisa mengetahui tentang
binatang dan bisa mencintainya. Tetapi kenyataannya, binatang-binatang itu
tersiksa hidupnya dan berakhir pada kematiannya dalam waktu singkat.
Memperkenalkan anak pada binatang
tidak selalu dengan cara seperti itu. Orangtua bisa memberikan anak banyak buku
tentang binatang. Banyak tersedia lho di toko buku baik fiksi maupun non fiksi.
Untuk mengenal binatang secara langsung, orangtua juga bisa mengajak anak
mengunjungi kebun binatang atau Taman Safari Indonesia, atau tempat penangkaran
yang biasanya dijadikan tempat wisata. Di daerah Cimahi Jawa Barat
misalnya, ada tempat bernama Taman Kupu-kupu.
Jadi, jika ada segala hal yang mengeksploitasi
binatang untuk tujuan komersil, jelas tolak saja dengan mengatakan “no, thanks”.
***
7 komentar:
Waaah, jadi kepikiran salah juga saya. Pernah beli keong lukis seperti ini & burung yg dicat warna warni.
Saya mendukung deh,
nice artikel
komentarin link
http://retakankata.com/fbsi/#jp-carousel-3668
berdasarkan blog catatan.saadillah.com
ya sob
bagus artikelnya...maju terus menulis tanpa henti...(monggo komentari dan like artikel ane juga ya, tks)
kren artikeknya...terus semangat menulis..
Mbak Lusi,tulsan itu hanya sekedar mengingatkan. jangan jadi pemikiran deh. oh ya, aku suka tampilan blognya rapi dan indah, kalau nggak keberatan sudi mengajariku yang gaptek ini. pakai platform apa ya?
Mas Ahmad Saadillah, kenapa ya aku tidak bisa komentar di blognya?
Mas Kasri, banyak kenanganku di kota itu. I love Pekanbaru very much.
Posting Komentar